Khadijah Tul Kubrah Binti Khuwaylid
Khadijah hadir di masa bangsa arab di Mekkah memandang
rendah kaum wanita. Kala dimana bayi-bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena
merasa malu. Namun Khadijah seolah membuat kelu lidah para pemuka Arab karena
keunggulan sifatnya. Ia menampung bayi-bayi perempuan kecil yang tidak
diinginkan ayahnya, mendidiknya dan menjadikan mereka bidadari-bidadari
penghias dunia. Karena keikhlasannya, tutur katanya yang santun dan ketegasan
sikapnya, masyarakat Mekkah menjulukinya Sayyidah at-Tahirah (si wanita yang suci)
dan ada juga yang memanggilnya Sayyidah Nisa’I Quraisy (pemimpin wanita
Quraisy).
Khadijah ra berasal dari keluarga bangsawan. Nasabnya
berawal dari Qushay yang merupakan keturunan Ismail. Ayahnya adalah Khuwailid
binti Asad bin Abdul Uzza bin Qushay.yang merupakan salah satu pemimpin
terkemuka sebelum ia meninggal dalam peperangan. Ayahnya adalah orang yang
mempertahankan Hajar Aswad dari agresi raja Tubba di Yaman. Sepupunya Waraqah
bin Naufal, salah satu cendikia yang hanif dan mengetahui banyak hal. Ia
mempelajari semua kitab baik Taurat maupun Injil dan berguru pada orang-orang
bijak. Dia mengetahui kebenaran yang diceritakan oleh Musa AS maupun Isa AS bahwa
akan datang Nabi terakhir di akhir zaman dan mengetahui ciri-ciri dari Nabi
terakhir tersebut. Ia menolak menyembah berhala seperti yang dilakukan kaumnya.
Dua suaminya telah meninggal lebih dulu dan masing-masing
memberinya seorang putri yang diberi nama sama yaitu Hindun. Hindun yang
pertama menjadi pencerita sejarah perkembangan Islam yang piawai. Sedangkan
Hindun yang kedua adalah salah seorang sahabat Rasulullah.
Sang Pengusaha
Khadijah mewarisi harta yang sangat banyak baik dari
keluarganya maupun dari suaminya. Ia sangat pandai berbisnis. Bahkan dikatakan
bahwa sekali ia memberangkatkan rombongan yang membawa dagangannya, setara
dengan jumlah barang dagangan yang dibawa oleh seluruh pedagang Quraisy
lainnya. Ia dijuluki memiliki “sentuhan emas”, karena kemampuannya
mengorganisasikan bisnisnya sehingga kafilahnya selalu pulang dengan membawa
untung yang berlipat.
Para kafilah yang dipilih Khadijah membawa aneka barang khas
Mekkah seperti kain, sulaman, jubah, selimut, ikat pinggang dan lain-lain. Juga
menjadi distributor barang-barang dari para pedagang Yaman. Selain juga membawa
kuda-kuda Arab yang tangguh untuk dijual kepada para prajurit. Tak kurang dari
seribu unta yang membawa barang dagangannya setiap kali rombongan kafilahnya
berangkat.
Mengelola bisnis yang begitu besar bukanlah hal yang mudah.
Terbukti saudara-saudara Khadijah yang lain yang sama-sama mewarisi harta
keluarganya tidak seberuntung Khadijah. Tapi area bisnis Khadijah meliputi
Mekah hingga ke negeri Syam. Hal itu tidak luput dari kepiawaiannya menentukan
pemimpin kafilah yang membawa barang dagangannya. Menentukan pemimpin kafilah
tidaklah mudah. Ia harus seorang yang jujur dan terpercaya karena akan membawa
barang dagangan untuk waktu yang lama. Ia juga harus memiliki indra keenam
untuk menentukan cuaca dan menjamin kecukupan perbekalan selama perjalanan.
Harus bisa mengamankan barang dagangan dari para perampok yang menghadang
mereka. Ia juga harus pandai menyemangati kelompoknya sehingga tetap semangat
hingga tujuan.Dan Khadijah tidak pernah meleset dalam memilih pemimpin
kafilahnya. Sungguh wanita yang luar biasa.
Memilih Suami yang tepat
Sebagai wanita terkemuka, Khadijah diinginkan oleh banyak
pemuka Quraisy. Selain itu meski usianya telah menginjak usia 40, namun
kecantikannya tidaklah pudar dari wajahnya. Semakin banyaklah lamaran yang ia
terima. Namun Khadijah belum juga menentukan pilihan pada siapapun.
Suatu hari ia mendengar seorang pegawai kepercayaannya,
Maisarah, yang ikut dalam rombongan kafilah menceritakan seorang pemuda yang
menurutnya memiliki sifat yang istimewa. Pemuda itu bernama Muhammad (SAW), dan
ia ikut dalam rombongan kafilah yang membawa barang dagangan Khadijah.
Menurutnya cara berdagang Muhammad (SAW) berbeda dengan para pedagang lainnya.
Ia sangat jujur, tidak pernah memanipulasi harga barang dagangannya dan tidak
pernah menyembunyikan keuntungan yang diperolehya. Di sela-sela kesibukannya,
ia masih bisa menyempatkan diri untuk merenung dan bertafakur. Dan yang lebih
mengherankan, ia selalu memperoleh keuntunganyang besar bahkan sangat besar
dari barang yang didagangkannya.
Mendengar reputasinya, Khadijah merasa tertarik kepada
pemuda luar biasa itu. Bukan karena kemudaan dan kegagahannya, tapi lebih
kepada sifatnya. Maka ia sering meminta Maisarah untuk selalu menceritakan
kisah-kisah pemuda yang semakin dirindukannya. Ia pun sering menceritakan isi
hati dan harapannya kepada sahabatnya Nafisah, bisakah pemuda yang telah
menawan hatinya menjadi miliknya. Akhirnya lagu cintanya terdengar oleh paman
Nabi, Abu Thalib. Dan restupun segera datang. Tidak lama kemudian Khadijah pun
menikah dengan Nabi yang saat itu berusia 25 tahun.
Ummu Muslimin
Selama 15 tahun mereka hidup bersama dan bahagia. Dari
Khadijah, Nabi mendapatkan beberapa keturunan. Putra pertamanya yang diberi
nama Qasim, meninggal saat usianya 2 tahun. Dua putra lainnya yaitu Tayyib dan
Tahir juga meninggal saat mereka masih kecil. Namun 4 putri mereka; Zaynab,
Ruqayya, Ummi Kultsum dan Fatimah tumbuh besar bersama mereka.
Ia begitu mencintai dan menghormati suaminya. Kekayaan yang
dimilikinya tidaklah membuatnya besar kepala ataupun merasa lebih. Ia
menempatkan suaminya sebagai pemimpin keluarga yang wajib ditaati. Dan ia
begitu mempercayainya. Khadijahlah wanita pertama dan orang pertama yang
menyatakan kesaksiannya dan masuk Islam. Tanpa ragu ia menafkahkan seluruh
hartanya untuk membiayai syiar Islam. Tak sedikitpun harta yang tersisa bahkan
untuk Fatimah, satu-satunya putri mereka yang tetap hidup hingga akhir
kepemimpinan Nabi.
Tidak pernah sedikit pun ia meragukan pernyataan Nabi yang
dijuluki Al-Amin (yang dapat dipercaya) seperti ketika Nabi mendapatkan
wahyunya yang pertama.
Turunnya Wahyu Pertama
Sudah menjadi kebiasaan Nabi untuk menghabiskan bulan
Ramadhan dengan menyepi dan merenung di sebuah gua di gunung Hiro di luar kota
Mekah. Dan Khadijah dengan cermat mebekalinya dengan makanan dan minuman yang
cukup untuk sebulan.
Di suatu malam di bulan Ramadhan, ketika Nabi berusia 40
tahun dan Khadijah 55 tahun, tiba-tiba Nabi pulang ke rumah dalam keadaan
menggigil. Dengan suara gemetar ia berkata kepada Khadijah, “Selimuti aku!
Selimuti aku!”
Khadijah terkejut melihat keadaan Nabi. Secepatnya ia
menyambar selembar selimut dan menyelimutinya. Setelah Nabi terlihat lebih
tenang, ia pun bertanya tentang apa yang telah menimpanya. Lalu nabi bercerita
bahwa ketika ia tertidur ada suatu makhluk yang belum pernah ia lihat
sebelumnya datang kepadanya (sebenarnya makhluk itu adalah malaikat Jibril) dan
berkata; ‘Bacalah!’ “Tapi aku tidak bisa membaca,” kata Nabi. Nabi memang
seorang yang ummi yaitu tidak bisa membaca dan menulis.
“Baca!” kata Jibril sambil menepuk dada Nabi.
“Aku tidak bisa membaca,” ulang Nabi.
“Baca!” kata Jibril sambil memeluk Nabi.
“Apa yang harus kubaca?” tanya Nabi putus asa.
Lalu Jibril berkata: Bacalah dengan nama Alloh Yang Maha
Pencipta, yang menciptakan manusia dari segumpal daging. Bacalah dengan nama
Alloh Yang Maha Kuasa, yang mengajarkan manusia dengan kalam, dan mengajarkan
manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. (Quran 96:1-5).
Lalu Nabi terbangun dengan sangat ketakutan dan semakin
ketakutan saat ia melihat bahwa Jibril masih ada di hadapannya. Ia pun berlari
keluar gua. Namun kemanapun ia memalingkan muka, Jibril selalu tampak di
hadapannya.
“Hai Muhammad, Kau adalah utusan Alloh dan aku adalah
Jibril,” kata Jibril sesaat sebelum ia menghilang.
Nabi segera berlari menuruni gunung secepat yang ia bisa,
takut bahwa jika ia telah gila atau telah dikuasai jin.
Setelah mendengar pernyataan suaminya, Khadijah segera
menenangkannya. Ia sangat yakin bahwa suaminya tidak gila atapun sedang
dikuasai oleh jin.
“Jangan khawatir,” katanya. “Demi Dia yang menguasai jiwa
Khadijah, aku berharap bahwa kau adalah Nabi bangsa ini. Alloh tidak akan
merendahkanmu karena engkau selalu berbuat baik pada keluargamu, selalu berkata
benar, selalu menolong orang yang membutuhkan, engkau selalu memberi makan
tamu-tamumu dan engkau selalu datang jika ada orang yang kesusahan.”
Esoknya saat perasaan Nabi telah membaik, ia mengajak Nabi
untuk menemui sepupunya Waraqah ibnu Naufal dan menceritakan apa yang telah
dialami suaminya.
“Peristiwa ini juga terjadi pada Musa AS ketika ia diangkat
menjadi Rasul Alloh,” kata Waraqah yang saat itu sudah sangat tua dan rabun.
“Aku berharap saat ini aku masih muda sehingga bisa menyaksikan saat mereka
mengusirmu!”
“Apakah mereka akan mengusirku?” tanya Nabi.
“Ya tentu saja! Tidak akan ada orang mempercayai kata-katamu
saat kau menyebarkan wahyu Alloh. Oh seandainya aku masih hidup hingga saat itu
tiba. Aku bersumpah akan mendukungmu dengan segala dayaku. Biarkan aku
menyentuh punggungmu…!” kata Waraqah.
Waraqah merasakan sebuah benjolan kecil yang teraba saat ia
menyentuh punggung Nabi. Itu adalah salah satu tanda yang diketahuinya mengenai
datangnya Nabi akhir zaman setelah Isa AS.
“Ini adalah tanda kenabian,” katanya. “Aku sangat yakin
bahwa engkaulah Nabi terakhir seperti yang diceritakan dalam kitab Taurat dan
Injil. Engkau juga utusan Alloh yang menerima wahyu dari malikat Jibril. Dialah
makhluk yang mendatangimu.” Sayang Waraqah terlebih dulu dipanggil Alloh SWT.
Tidak berapa lama Nabi diangkat menjadi Rasul dan
diperintahkan untuk menyeru kaumnya agar hanya menyembah Alloh. Khadijah tanpa
membuang waktu menyatakan keimanannya dengan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh.
Wafatnya Khadijah
Tahun-tahun penuh kesulitan saat Nabi menyiarkan Islam,
tidak menyurutkan cinta Khadijah. Ia dengan setia mendampinginya,
menenangkannya dan dengan iklas membelanjakan hartanya di jalan Alloh. Ia
memerdekakan para budak, menyantuni para fakir dan menyediakan penampungan bagi
mereka.
Meskipun kaum Quraisy tidak segan-segan menyiksa siapapun
yang meyakini agama Islam, namun jumlah kaum Muslimin di Mekkah pelan tapi
pasti semakin bertambah. Keberhasilan perjuangan Nabi tidak terlepas dari
keberadaan Abu Thalib, paman Nabi yang selalu melindunginya dan peranan
Khadijah yang selalu mendampinginya. Namun hari itu pun datang ketika Khadijah
dipanggil oleh Yang Maha Kuasa di tahun yang sama dengan meninggalnya paman
nabi Abu Thalib. Nabi sangat berduka. Ia menamakan tahun itu sebagai Tahun
Kesedihan.
Nabi kehilangan cinta Khadijah, namun cintanya kepada
istrinya itu tidak pernah surut meskipun di kemudian hari ia memiliki beberapa
istri. Suatu hari Aisyah, istri ketiganya, bertanya apakah hanya Khadijah yang
pantas mendapatkan cintanya. Nabi menjawab “Ia mempercayaiku saat orang lain
tidak mempercayaiku. Ia menyatakan keimanannya saat orang lain menolakku. Dan
ia menolongku saat tidak seorang pun mengulurkan tangannya.” Abu Hurairah
menceritakan; ”Jibril pernah datang kepada Rasulullah ketika Khadijah masih
hidup dan ia berkata “Wahai Rasululloh, Khadijah akan datang padamu dengan
membawa semangkuk sup. Saat ia datang, berilah salam dari Alloh dan aku. Dan
sampaikanlah kabar gembira dari surga untuknya dimana tidak ada kebisingan dan
rasa letih.”
Khadijah binti Khuwailid meninggal di usianya yang ke 65.
Ialah Ummu Muslimin pertama. Padanya Alloh menjanjikan surga. Dan semoga
kesalihan dan keunggulan sifatnya bisa kita jadikan tauladan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar