Laman

Rabu, 23 November 2011

Halaqah - Liqa

Halaqah adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan  dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah) istilah halaqah (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan minhaj (kurikulum) tertentu. Di beberapa kalangan, halaqah disebut juga dengan mentoring, ta'lim, pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.

Halaqah adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama'i) Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti halaqah terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum seperti tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah).

Biasanya peserta halaqah dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi (pembina). Murobbi disebut juga mentor, pembina, ustadz (guru), mas'ul (penanggung jawab). Murobbi bekerjasama dengan peserta halaqah untuk mencapai tujuan halaqah, yaitu terbentuknya muslim yang Islami dan berkarakter da'i (takwinul syakhsiyah islamiyah wa da'iyah). Dalam mencapai tujuan tersebut, murobbi berusaha agar Lokasi: peserta hadir secara rutin dalam pertemuan halaqah tanpa merasa jemu dan bosan. Kehadiran peserta secara rutin penting artinya dalam menjaga kekompakan halaqah agar tetap produktif untuk mencapai tujuan.

Halaqah sekarang ini - dan insya Allah di masa datang - menjadi alternatif sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah). Hal ini dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil membentuk sekian banyak muslim yang serius mengenalkan Islam. Jumlah mereka makin lama makin banyak seiring semakin bertambahnya jumlah halaqah yang terbentuk di berbagai kalangan.

Kini, fenomena halaqah menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum muslim di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-beda. Penyebaran halaqah yang pesat tak bisa dilepaskan dari keberhasilannya dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertakwa kepada Allah SWT, saat ini halaqah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat. Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti halaqah tersebut memiliki latar belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.

Keberadaan halaqah sangat penting untuk keberadaan umat Islam itu sendiri. Dengan terbentuknya kader-kader Islami melalui sistem pendidikan halaqah, maka didalam tubuh umat akan lahir orang-orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika jumlah mereka semakin banyak seiring dengan merebaknya sistem halaqah, maka umat Islam akan menjadi sebenar-benarnya umat'. Bukan lagi sekedar bernama 'umat Islam' tapi esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini.

Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqah proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) akan mengalami akselerasi, sehingga - Isnya Allah - umat yang benar-benar Islami akan menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat. Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Merebaknya halaqah juga bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self development) para pesertanya. 

Halaqah yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap biasanya berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah). Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting bagi kematangan pribadi seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya. yakni sukses di dunia dan akhirat.

Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqah tidak berkembang dan penuh. Hal ini karena halaqah merupakan sarana efektif untuk melahirkan kader-kader Islam yang tangguh dan siap berkorban memperjuangkan Islam. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami situasi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.

Pentingnya mempertahankan sistem halaqah dalam mencetak kader-kader Islam yang tangguh sudah teruji dalam perjalanan panjang kehadiran halaqah di berbagai negara. Apalagi sampai saat ini para mufakir (pemikir) da'wah juga belum dapat menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqah. Bahkan yang terjadi sebaliknya, kini semakin banyak para da'i dan ulama yang mendukung tarbiyah melalui sistem halaqah. 

Sebagian dari mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan sistem halaqah/usroh dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi syar'i, sejarah dan sunah Rasul, Salah seorang pemikir da'wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukakan pendapatnya tentang sistem halaqah yang tak tergantikan: "Tarbiyah melalui sistem halaqoh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena dalam sistem halaqoh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan seorang murobbi yang ia adalah pemimpin halaqoh itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya".

Dinamis dan produktif

Seperti diketahui, saat ini kita dapat menjumpai fenomena maraknya halaqah di mana-mana. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid, maupun di rumah-rumah penduduk. Ini bukan hanya fenomena maraknya halaqah (di beberapa kalangan disebut juga dengan usroh, mentoring, ta'lim, tarbiyah, pengajian kelompok dan lain-lain), merupakan fenomena yang wajar. seiring dengan makin banyaknya orang yang kembali kepada Islam. Halaqah diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten. 

Dahulu, halaqah lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia. Namun saat ini, bersamaan dengan datangnya era reformasi, halaqoh menjadi sesuatu yang inklusif dan terbuka. Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas halaqah tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi. tetap, dan tidak berganti-ganti. Dipimpin oleh seorang murobbi, berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.

Pentingnya halaqah meningkatkan produktivitasnya dan berjalan secara dinamis serta menggairahkan tak perlu dipertanyakan lagi. Sebab secara fitrah, manusia memang tidak suka 'berjalan di tempat' dan berada dalam suasana menjemukan. Mereka tak akan betah berlama-lama dalam suasana seperti itu. Padahal di halaqah kita dituntut untuk betah berlama-lama. Hal ini terkait dengan tujuan halaqah sebagai sarana pembelajaran Islam seumur hidup dalam rangka membentuk muslim paripurna. Disinilah letaknya urgensi mengapa halaqah perlu senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan meningkatkan suasana yang menggairahkan.


by : tri.win03@yahoo.com




Menjadi Pejuang Cinta, Perindu Surga

Akhirat... 
Seperti sahabat sehati. 
Ia akan terus melambai, bila kita masih jujur padanya. 
Ia akan merindukan kita, bila kita juga merindukannya. 
Ia akan menyiapkan sambutan untuk kita, bila kita masih setia berjalan menuju padanya.

Setia sebagai seorang mukmin pencari cinta sejati.
Cinta yang menghidupkan dan memastikan harapan.

Dunia...
Hanyalah kawan sementara.
Kawan yang menangkar mawar tapi juga durinya,
madu tapi juga racunnya,
manis tapi juga pahitnya.


Memang masih segar dalam memori kita keindahan ramadhan yang belum lama kita lalui. Ketika semua umat Islam di dunia larut dalam keindahannya. Ketika kita menjadi jiwa kita begitu ringan melakukan kebaikan, berlomba-lomba, saling mengingatkan.  Menghiasi waktu dengan tilawah Al Quran, Sholat berjama'ah, Tarawih berjama'ah, Sholat Dhuha, Qiyamul Lail. Begitu semangatnya kita berburu majlis ilmu (lengkap kebahagiaannya dengan ifthor (berbuka) gratis juga tentunya). Begitu ringannya kita berbagi dengan sesama.  Semua larut dalam keindahan dan kerinduan pada Akhirat. Semua menjadi pejuang cinta yang berlomba mencari cinta illah. 

Duhai, bagaimana kabar kita hari ini?

Baru hitungan hari Ramadhan pergi meninggalkan kita. Termasuk yang manakah kita? Apakah diri kita termasuk yang beranggapan setelah ramadhan selesai maka semua otomatis menjadi suci (fitrah) sehingga membiarkan diri lalai, kedekatan dengan Allah yang sudah dibangun tanpa terasa memudar dengan menurunnya ibadah ibadah kita dan akhirnya kita sama dengan sebelum ramadhan. seperti seorang wanita yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.

Ataukah kita termasuk yang istiqomah, merawat kedekatan yang sudah terjalin dengan menjaga semangat dalam ibadah dan kebaikan. Menjadikan bulan bulan setelah ramadhan sebagai ajang pembuktian cinta. Pembuktian bahwa kita bukan hamba Ramadhan yang hanya rajin beribadah ketika ramadhan tetapi kita merupakan Hamba Rabbani yang senantiasa mengingat Allah hingga mati.
Mari kita bertanya sejujurnya.

Semoga kita termasuk diantara yang istiqomah, pejuang cinta sejati yang merindu surga dan setia berjalan menuju padanya.

"Ya Rabb, yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam ketaatan padaMu. Terimalah amal-amal kami, mudahkan kami untuk memperbaiki diri dan memperbanyak ibadah kepadaMu". Aamin......

@Triwin.Istiqomah_DiJlnDakwah !!! SEMaNGAttt.......
Sebuah catatan di penghujung bulan Syawal.

Jumat, 20 Mei 2011

Komitmen Muslim Sejati...




Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
Syarat pertama dalam berkomitmen dan menisbahkan diri kepada Islam adalah : Aqidah seorang muslim harus lurus, jelas, dan benar, sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Seorang muslim tanpa aqidah yang benar tentunya tidak akan mampu membina dan merasakan komitmen terhadap Islam, karena aqidah yang tidak bersih akan tercemari oleh hal-hal yang melemahkan iman, iman yang lemah akan mempengaruhi segala aktivitas seorang muslim dalam hidupnya. Oleh karena itu, agar saya dapat mengislamkan aqidah saya, maka wajib bagi saya untuk :
  1. Mengimani bahwa penciptaan alam semesta ini adalah Ilah yang Maha Bijaksana, Maha kuasa, Maha mengetahui, dan Maha Bediri Sendiri. (Q.S. Al-Anbiya' :22)
  2. Mengimani bahwa Al-Kholiq menciptakan alam semesta ini tidaklah sia-sia, karena Allah adalah Dzat yang Maha sempurna. (Q.S. Al-Mu’minun : 115-116)
  3. Mengimani bahwa Allah swt telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk memperkenalkan Dzat-Nya kepada manusia, tujuan penciptaan, asal dan tempat kembali manusia. (Q.S. An-Nahl : 36)
  4. Mengimani bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengenal dan mengabdi pada Allah swt. (Q.S. Adz-Dzariyat : 56-58)
  5. Mengimani bahwa balasan bagi mu’min yang taat adalah jannah dan orang kafir adalah neraka. (Q.S. Asy-Syura : 7)
  6. Mengimani bahwa manusia melakukan kebaikan maupun keburukan atas pilihan dan kehendaknya sendiri. Tapi untuk kebaikan juga dipengaruhi oleh Taufiq dari Allah dan keburukan tidak ada paksaan dari Allah. (Q.S. Asy-Syams : 7-10, Al-Mudatsir : 38)
  7. Mengimani bahwa pembuat hukum hanyalah hak Allah yang tidak boleh dilangkahi, dan seorang muslim boleh berijtihad yang disyari’atkan oleh Allah. (Q.S. Asy-Syura : 10)
  8. Mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah.
    Dari Abu Hurairah ra : telah bersabda Rasulullah saw : “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, tidak seorangpun menghafalnya melainkan ia pasti masuk surga. Dan Dia (Allah) itu witir dan mencintai yang witir.”(Bukhari dan Muslim)
  9. Merenungkan ciptaan Allah dan bukan Dzatnya.
    “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kalian berfikir tentang DzatNya, karena kalian tidak akan mampu menjangkauNya.”(Abu Nu’am dalam Al-Hilyah, dan Al-Asbahany dalam At-Targhib wa Tarhib)
  10. Meyakini bahwa pendapat salaf lebih utama diikuti untuk menutup peluang ta’wil dan ta’thil (tidak memberlakukan makna dari sebuah lafadz) serta menyerahkan makna hakiki dari nama dan sifat Allah itu hanya kepada-Nya. Ta’wil itu tidak boleh mengundang perdebatab yang berkepanjangan.
  11.  Mengabdi kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya. (Q.S. An-Nahl : 36)
  12. Merasa takut olehNya dan tidak merasa takut oleh selainNya. (Q.S. An-Nur : 52)
  13. Berdzikir kepadaNya secara kontiniu. Dzikir pada Allah merupakan obat spiritual yang ampuh dalam menghadapi tantangan zaman dan segala bencana yang menimpa kehidupan. (Q.S. Ar-Ra’d : 28, Az-Zukhruf : 36-37)
  14. Mencintai Allah sampai hati saya dikuasai olehNya dan terkait erat denganNya sehinggan mendorong saya untuk lebih baik dan rela berkorban di jalanNya. (Q.S. At-Taubah : 24)
  15. Bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan saya. (Q.S. At-Thalaq : 3)
  16. Bersyukur kepada Allah atas nikmatNya yang tak terhitung. (Q.S. An-Nahl : 78, Yasin : 33-35, Ibrahim : 7)
  17. Beristighfar kepadaNya secara kontiniu (dawam), karena dapat memperbaharui taubat, iman, dan menghapus dosa. (Q.S. An-Nisa’ :110, Ali-Imran : 135)
  18. Menyadari bahwa diri saya selalu diawasi olehNya kapan saja dan di mana saja berada. (Q.S. Al-Mujadilah : 7)
Dari 18 hal yang wajib kita lakukan, yang paling utama adalah bagaimana semua hal tersebutmampu memperkuat komitmen kita terhadap Allah, Islam, dan hal-hal yang berkaitan dengannya sehingga akan membentuk karakter muslim yang berkomitmen tinggi sehingga apa saja yang menyangkut kebenaran dan kebaikan dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya di dunia dan akhirat. Dan menjauhi segala perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kepada hal-hal yang dapat membatalkan syahadatain kita seperti syirik, mendatangi dukun, atau percaya pada hal-hal tidak syar’i
Tujuan utama kita adalah Allah, maka mari kita luruskan niat dan perbaiki amal dan aktivitas kita hanya untuk Allah.
Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya
Di dalam islam ibadah merupakan puncak ketundukan dan pengakuan atas keagungan Allah. Ibadah merupakan tangga penghubung antara Al-Khaliq dengan makhlukNya. Ibadah yang kita lakukan haruslah dihadirkan hanya untuk Allah karena kita adalah hamba yang harus selalu menghambakan diri kepada Allah. Agar saya dapat mengislamkan ibadah saya maka saya harus 
  1. Menjadikan ibadah saya hidup dan bersambung dengan Allah.
  2. Menjadikan ibadah saya khusyu’
  3.  Beribadah dengan hati yang penuh kesadaran dan menjauhkan pikiran tentang kesibukan dunia dan problematika yang ada di sekitarnya
  4.  Tidak pernah merasa puas dan kenyang dalam beribadah
  5. Memelihara qiyamullail dan melatih diri agar terbiasa melakukannya (Q.S. Al-Muzzammil : 6, Adz-Dzariyat 17-18, As-Sajadah : 16)
  6. Mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan merenungkan Al-Qur’an terutama di waktu subuh (Al-Isra’ : 78, Al-Hasyr : 21)
  7. Menjadikan do’a sebagai mi’roj kepada Allah dalam setiap urusan
Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
Akhlak mulia adalah tujuan asasi dari risalah islamiyyah. Akhlak mulia harus dibuktikan dengan perbuatan dan merupakan buah dari iman. Akhlak yang mulia terlahir dari ibadah. Di antara sifat-sifat penting yang harus dimiliki seseorang agar dapat mengislamkan akhlaknya adalah :
  1. Bersikap wara' dari segala hal yang syubhat
  2. Menundukkan pandangan (Q.S. An-Nur : 30)
  3. Menjaga lidah
  4. Rasa malu
  5. Lemah lembut dan sabar (Q.S Asy-Syura : 43, Al-Hijr : 85, As-Shad : 10, An-Nur 22, Al-Furqon : 63)
  6. Jujur
  7. Tawadhu’
  8. Menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari-cari aib orang Islam
  9. Murah hati dan dermawan
  10. Qudwah hasanah
Saya Harus Mengislamkan Rumah Tangga Dan Keluarga Saya
Tidak cukup menjadi muslim sendirian, tanpa perduli terhadap orang sekitar. Karena di antara ajaran Islam, yang ingin ditanamkan pada jiwa manusia adalah sikap perduli, berda’wah, menasihati dan ghiroh terhadap orang lain. Untuk membentuk rumah tangga yang islami maka hal yang perlu dilakukan antara lain :
  1. Pernikahan yang saya lakukan harus karena Allah (Q.S. Ali-Imron : 34)
  2. Hendaknya tujuan pernikahan adalah untuk menjaga pandangan, memelihara kemaluan, dan bertakwa kepada Allah
  3. Saya harus pandai-pandai memilih pasangan
  4. Saya harus memilih pasangan yang memiliki akhlak dan din yang baik
  5. Saya tidak boleh menyalahi perintah Allah  dalam masalah ini dan saya harus takut pada murka Allah
Setelah menikah, yang harus saya lakukan adalah :
  1. Saya harus bersikap baik dan hormat kepadanya dalam pergaulan agar tercipta suasana saling percaya
  2. Jangan hendaknya hubungan saya dengannya hanya sebatas hubungan biologis, tapi juga hubungan fikroh, mentalitas serta emosi (Thaha : 132, Maryam : 55)
Tanggung jawab mendidik anak juga harus kita islamkan agar anak memiliki mentalitas dan fikriyah yang kuat sehingga akan membentuk suatu keluarga yang islami.
Saya Harus Mengalahkan Hawa Nafsu
Manusia senantiasa bertarung dengan hawa nafsunya, sampai ia mengalahkannya atau hawa nafsu yang mengalahkannya, atau terus berlangsung sampai maut menjemput.
Tonggak-tonggak kemenangan dalam melawan hawa nafsu :
  1. Hati, selama ia hidup, sadar, bersih, tegar, dan bersinar (Q.S. Al-Anfal : 2, Al-Haj : 47, Muhammad : 24)
  2. Akal, selama ia dapat memandang, memahami, membedakan, dan menyerap ilmu yang dengannya dapat mendekatkan diri dengan Allah  (Q.S. Fathir : 28).
Manakala hati manusia mati atau membatu, manakala akalnya padam, semakin banyaklah pintu syetan masuk ke dalam dirinya. (Q.S. Al-Mujadilah : 19), yaitu penyakit was-was yang dapat menghalang-halangi kita di jalan Allah.
Hal-hal yang dapat membentengi diri dari syetan :
  1. Menjauhi kekenyangan dan makan yang kelewat batas
  2. Membaca Al-Qur’an, dzikrullah, dan istighfar
  3. Membuang jauh sifat terburu nafsu dan bersikap tenang terhadap keadaan apapun
Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam
Saya harus yakin bahwa hari esok adalah milik islam dan islam harus menjadi satu-satunya manhaj yang dapat memimpin dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Kita juga harus yakin bahwa produk manusia memiliki kekurangan, dan hanya islam yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan sehingga islam harus menjadi agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam merupakan manhaj yang tunggal, integral, mondial, fleksibel, dan robbaniyah sehingga islam akan mampu mengatur kehidupan umat manusia. Keyakinan saya didorong oleh beberapa hal :
1.     Rabbaniyah Manhaj Islam
Manhaj Islam yang bercorak ketuhanan adalah suatu sibghah (konsep agama) yang menjadikannya terdepan dibandingkan dengan seluruh sistem positif produk manusia dan memiliki spesifikasi unik untuk tetap bertahan dan memberikan manfaat di setiap zaman, tempat, dan di kawasan mana pun.
2.     Universalitas manhaj Islam
Merupakan perwujudan warna humanisme, konkretisasi dari warna keterbukaan dan kemampuan untuk memikul tanggungjawab keterbukaan ini. Warna ini menjadikannya meninggalkan sentimen sempit terhadap ras, nasionalisme, gender, atau keturunan.
3.     Elastisitas Manhaj Islam
Yaitu warna yang memberinya kemampuan untuk menampung segala problema kehidupan yang berubah-ubah, bervariasi, dan bermacam-macam. Warna yang melapangkan tempat untuk berijtihad dalam menyimpulkan hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang tidak ada nashnya, melalui metode qiyas atau mempertimbangkan mashlahah mursalah, istihsan, dan argumen lain yang diakui syara’
4.     Kelengkapan manhaj Islam
Yaitu warna yang membedakannya dari sistem “bumi” serta tatanan-tatanan buatan lainnya yang memiliki tujuan terbatas. Manhaj Islam adalah sistem yang diberikan oleh Al-’Alim dan Al=Khabir, yaitu Allah Yang Mahatahu segala urusan manusia, apa saja yang dibutuhkan manusia, apa saja yang merupakan maslahat manusia, dan sebagainya.
5.     Keterbatasan Sistem-sistem “wadh’iyah” (buatan manusia)
Sistem buatan manusia memiliki banyak keterbatasan dalam tataran aplikatifnya.



by : tri.win03@yahoo.com
  

Lebih Cantik Dari Bidadari Surga

Berfikir tentang masa depan. Hmm...setiap kita punya fitrah untuk berfikir tentang masa depan. Selama mendapat amanah mengukirkan harapan-harapan mahasiswa yang sdh lulus dalam sebuah lembaran buku saya menangkap sebuah keinginan yang sama. Sebuah harap untuk meraih sukses di dunia dan di akhirat.
Masa depan yang saya maksud disini merupakan masa depan yang sejatinya sangat dekat namun banyak orang menganggapnya masih jauh. Mengangankan indah pada akhirnya akan tetapi membiarkan diri terlena oleh sesuatu yang fana, kecintaan pada dunia.
Maka tak jarang kita menemukan pemuda pemudi yang pengennya bebas terbang kesana kemari, bermain dan bersenang senang saja seakan waktu akan mengizinkannya untuk tetap menjadi anak kecil seterusnya seiring berharap nanti saja klo sudah tua baru memikirkan pertanggungjawaban. Sayangnya tidak, waktu terus berlalu seiring berlalunya kehidupan. Dekatnya kita dengan masa depan (akhirat) hanya terpisah oleh sebuah garis tipis bernama maut.

Dan biarkanlah sayap sayap kerinduan itu membentang...

Kita semua merindukan sebuah kenikmatan, rindu untuk merasakan sesuatu yang indah, menyimpan obsesi untuk bisa mengalami sesuatu yang menyenangkan. Tidak laki-laki tidak perempuan, keduanya merindukan hal yang sama.
Jikalau kita punya keinginan kuat untuk akhir yang indah, yakin akan adanya kenikmatan dan keindahan surga maka kerinduan yang kuat, keinginan serta obsesi itu hendaknya diiringi dengan amal shalih. Bukan sekedar keinginan berbalut rindu seakan burung yang ingin terbang tapi tak mau menggerakkan kedua sayapnya.
Bersyukurlah bila kita masih memiliki kerinduan itu. Daripada orang yang tidak punya, bahkan merasa PD bahwa dia bakal masuk neraka makanya mumpung masih di dunia, di puas puasin dulu deh. Naudzubillah. 
Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa, " Jika hati kosong dari memperhatikan surga dan neraka, sunyi dari harapan untuk masuk surga dan menghindari neraka, tekad akan melemah, semangat akan turun, dorongan jiwa juga akan semakin luruh. Semakin tinggi harapan untuk menggapai surga, semakin tinggi upaya untuk mencapai surga. Semakin kuat pula dorongan untuk taat, semakin besar semangat dan usaha semakin keras.

Maka yakinlah, akhirat itulah masa depan yang sebenarnya.

Berfikir mengenainya, dahulu para sahabat Rasulullah saw pun bertanya-tanya tentang surga. Diantara mereka ada yang menanyakan, "Ya Rasulullah, apa yang menjadi bangunan surga?" Seperti apa luasnya Surga?  Apakah kami akan bertemu dengan isteri kami di surga? Kaum perempuan pun ingin memiliki gambaran yang jelas tentang penggalan hidupnya di akhirat.
Dalam hadits yang diriwayatkan Thabrani, Ummu Salamah ra. bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, beritakanlah kepada kami mana yang lebih utama di surga, wanita dunia atau bidadari surga?"
Rasulullah lalu menerangkan bahwa wanita dunia di surga sangat lebih utama dari bidadari surga karena shalat, puasa, dan ibadah yang dilakukan mereka. "Allah swt memberi cahaya di wajah mereka, mereka mengenakan sutra di tubuhnya, warna kulit mereka putih, pakaian mereka hijau, perhiasan mereka kuning, pedupaan mereka mutiara dan sisir mereka adalah emas. Mereka mengatakan, "Kami adalah perempuan-perempuan abadi yang takkan mati. Kami adalah perempuan-perempuan bahagia yang takkan pernah miskin. Kami adalah perempuan-perempuan penduduk tetap yang takkan pindah selamanya. Ketahuilah kami adalah perempuan-perempuan yang ridha dan takkan marah selamanya. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami menjadi pemiliknya"

Ummu salamah ra bertanya kembali, "Ya Rasulullah, ada diantara kami menikah dua atau tiga kali. Jika ia meninggal dunia dan suami-suaminya masuk surga, siapakah yang menjadi suaminya di surga?" Rasul saw menjawab, "Wahai Ummu Salamah, ia diberi kebebasan untuk memilih mana diatara suaminya yang paling baik akhlaknya." Lalu Ummu salamah berkata, "Ya Rabb, jika suamiku yang ini adalah suami yang paling tampan di dunia, nikahkanlah aku dengannya." Rasulullah saw menerangkan, "Wahai Ummu salamah, ketampanan wajah musnah dengan kebaikan dunia dan akhirat." (HR Tabrani)
Suatu ketika, Aisyah ra isteri Rasulullah saw juga mengatakan dengan bangga, "Perempuan-perempuan shalihah di dunia akan berkata pada bidadari surga, "Kami melakukan shalat sedangkan kalian tidak melakukan shalat. Kami berpuasa sedangkan kalian tidak melakukannya. Kami bershadaqah sedangkan kalian tidak. Kami perempuan shalihat di dunia, mengalahkan bidadari surga."

Subhanallah, bahagialah orang yang memiliki mereka dan dimiliki mereka...

Mungkin tabiat perempuan memang selaras dengan fitrahnya yang pemalu. Diamnya saja bisa berarti setuju. (Jadi teringat pas Furqon melamar ustadzah Qonita, hehe). Menurut ulama besar, Syaikh Utsaimin. Beliau mengatakan, "Allah menyebutkan isteri-isteri untuk para lelaki di Surga adalah karena laki-laki merupakan pihak yang berterus terang menyatakan keinginannya pada perempuan....Allah swt tidak menyebutkan tentang suami-suami yang disediakan untuk kaum perempuan di Surga bukan karena mereka tidak punya pasangan di Surga nantinya. Barangkali itulah sebabbya kita sering mendapati ayat-ayat Al Quran yang menggiring kerinduan laki-laki akan surga dengan adanya bidadari surga. Berbeda dengan kaum perempuan, kaum perempuan tidak digiring untuk merindu surga melalui iming iming pasangan laki-laki surga.
Saudaraku, Semoga Allah memilih kita serta memberikan rahmat Nya sehingga kita diperkenankan memasuki surga Nya.

Rasulullah saw secara spesifik menyebutkan, " Tidak ada yang tidak menikah di surga," dalam hadits riwayat Muslim. Menurut syaikh Utsaimin tentang hadits ini, " Jika seorang perempuan di dunia belum menikah, maka Allah akan menikahkannya dengan suami yang menakjubkan pandangannya di surga."
Sungguh, surga saat ini tengah berhias menanti kalian wahai perempuan, sebagaimana surga berhias juga menanti kaum laki-laki. Khusus untuk kaum perempuan Rasulullah saw, "Jika seorang perempuan shalat lima waktu dan puasa di bulan Ramadhan, dan memelihara kemaluannya, lalu ia mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya: "Masuklah engkau kedalam surga, dari pintu manapun engkau mau."

Ternyata.... wanita shalihah di dunia ketika di surga insya Allah lebih cantik (sangat lebih utama) daripada bidadari surga...karena ke ’shalihahan’ mereka, karena shalat mereka, puasa mereka, shadaqah mereka, karena ibadah-ibadah mereka, karena mereka menjaga kemaluan dengan menutupi aurat dan tidak mendekati zina (pacaran, dll...mendekati saja ga boleh apalagi melakukan), karena ketaatan pada suaminya.
“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga”.(QS. An-Nisa’:124)

Wallahu a’lam
--------------------

Sembari menitipkan kerinduan... Semoga Allah meringankan langkah kita untuk memperbaiki diri dan memperbanyak berbuat kebaikan.