Laman

Senin, 26 Maret 2012

Doa Kekuatan Maha Dahsyat

Kita di dalam mengarungi kehidupan ini sering mengalami masalah dan kendala. Bahkan untuk memenuhi keinginan, harapan dan impian kita merasa tak mampu karena kita tidak mengetahui kepastian dari apa yang ingin kita wujudkan. Namun Jangan khawatir karena kita memiliki sumberdaya yang mahadahsyat bernama : DOA. Selamat menyimak.

Berdoalah 

Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. Dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita itu jauh sehingga kita menyerunya, ataukah Dia dekat sehingga kita cukup berbisik kepada-Nya?”
Sesaat Nabi Saw. terdiam, lalu turunlah firman Allah :
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku...” (Al-Baqarah: 186)
Juga firman Allah berikut ini :
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu...” (Al-Mukmin: 60).
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah pasti mengabulkan do’a orang-orang yang berdo’a. Ya, syaratnya adalah apabila kita berdo’a. Perhatikanlah hadits berikut ini :
“Sesungguhnya Allah itu Maha Malu dan Maha Pemurah. Allah malu jika ada seseorang yang menengadahkan kedua tangan kepada-Nya tapi kemudian menolaknya dengan tangan hampa.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Semoga hadits ini membuat kita yakin bahwa Allah malu menolak begitu saja kedua tangan hamba-Nya yang menengadah kepada-Nya membawa do’a-do’a.Setelah hati kita yakin bahwa Allah pasti mengabulkan do’a kita, maka yang perlu kita siapkan sekarang adalah syarat-syarat pengabulan do’a berikut ini :

Pertama : keyakinan akan terkabulnya do’a
Rasulullah bersabda, “ Berdo’alah kalian kepada Allah dalam keadaan yakin akan terkabulkannya do’a itu.” (HR. At-Turmudzi).

Kedua : kekhusyukan di hadapan Allah
Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa Allah tidak akan mengabulkan do’a dari seseorang yang lalai dan tidak serius”. (HR. At-Turmudzi).
Seringkali kita berdo’a selepas sholat namun kita tidak merasakan apa yang kita ucapkan, kecuali kata-kata “allahumma” atau kata-kata “amin”.
Imam Ahmad Bin Hanbal berkata, “ Tahukah kalian bagaimana seharusnya seorang muslim berdo’a?” Mereka bertanya, “Bagaimanakah itu wahai Imam?”. Beliau menjawab, “Tahukah kalian bagaimana seseorang yang berada di tengah gelombang lautan, sementara ia hanya memiliki sebatang kayu, dan ia pun akan tenggelam? Kemudian ia berdo’a dengan mengatakan, “Ya Rabbi, selamatkanlah aku, Ya Rabbi selamatkanlah aku... Maka demikianlah seharusnya seorang muslim berdo’a.”
Perhatikan juga ayat ini :
“Atau siapakah yang memperkenankan do’a orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya..” (An-Naml: 62)
Saudaraku, hiduplah di dunia dalam kondisi serba “kesulitan”, karena tidak ada yang lebih mirip dengan dunia selain “lautan yang bergelombang”. Jika telah demikian, maka Allah pun akan memberikan kejayaan kepada kita. Rasakanlah perasaan butuh, maka Dia pun akan menganugerahkan kekayaan kepada kita. Rasakanlah perasaan lemah, maka Dia akan mengulurkan kekuatan kepada kita.

Ketiga : jangan tergesa-gesa
Nabi Saw. Bersabda : “Akan dikabulkan doa seseorang kalian sepanjang ia tidak tergesa-gesa. Ia berkata, ‘Aku telah berdoa dan berdoa, namun aku tidak melihat terkabulnya doaku’, sehingga ia pun tidak lagi berdoa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibnu Majah).
Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Allah bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, apakah hambaKu berdoa kepadaku?”. Jibril menjawab, “Ya”. Allah bertanya lagi, “Apakah ia menghiba kepadaku dalam meminta?”. Jibril menjawab, “Ya”. Maka Allah berfirman, “Wahai Jibril, tangguhkanlah (pengabulan) permintaan hambaKu, karena Aku suka mendengar suaranya.”

Minggu, 25 Maret 2012

Pemimpin :) "Qowam"

Kepemimpinan itu wajib ada, baik secara syar’i ataupun secara ‘aqli. Adapun secara syar’i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat :)) واجعلنا للمتقين إماما )) “Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” [QS Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah أطيعوا الله و أطيعوا الرسول و أولي الأمر منكم )) )) “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan para ulul amri diantara kalian” [QS An-Nisaa’ : 59]. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”. Terdapat pula sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara ‘aqli, suatu tatanan tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda.


Kriteria Seorang Pemimpin

Karena seorang pemimpin merupakan khalifah (pengganti) Allah di muka bumi, maka dia harus bisa berfungsi sebagai kepanjangan tangan-Nya. Allah merupakan Rabb semesta alam, yang berarti dzat yang men-tarbiyah seluruh alam. Tarbiyah berarti menumbuhkembangkan menuju kepada kondisi yang lebih baik sekaligus memelihara yang sudah baik. Karena Allah men-tarbiyah seluruh alam, maka seorang pemimpin harus bisa menjadi wasilah bagi tarbiyah Allah tersebut terhadap segenap yang ada di bumi. Jadi, seorang pemimpin harus bisa menjadi murabbiy bagi kehidupan di bumi.

Karena tarbiyah adalah pemeliharaan dan peningkatan, maka murabbiy (yang men-tarbiyah) harus benar-benar memahami hakikat dari segala sesuatu yang menjadi obyek tarbiyah (mutarabbiy, yakni alam). Pemahaman terhadap hakikat alam ini tidak lain adalah ilmu dan hikmah yang berasal dari Allah. Pemahaman terhadap hakikat alam sebetulnya merupakan pemahaman (ma’rifat) terhadap Allah, karena Allah tidak bisa dipahami melalui dzat-Nya dan hanya bisa dipahami melalui ayat-ayat-Nya. Kesimpulannya, seorang pemimpin haruslah seseorang yang benar-benar mengenal Allah, yang pengenalan itu akan tercapai apabila dia memahami dengan baik ayat-ayat Allah yang terucap (Al-Qur’an) dan ayat-ayat-Nya yang tercipta (alam).

Bekal pemahaman (ilmu dan hikmah) bagi seorang pemimpin merupakan bekal paling esensial yang mesti ada. Bekal ini bersifat soft, yang karenanya membutuhkan hardware agar bisa berdaya. Ibn Taimiyyah menyebut hardware ini sebagai al-quwwat, yang bentuknya bisa beragam sesuai dengan kebutuhan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki dua kriteria: al-‘ilm dan al-quwwat.

Yang dimaksud dengan al-‘ilm (ilmu) tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,”Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28). Ibnu Mas’ud pun mengatakan,”Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah”. Namun bagaimana rasa takut itu bisa muncul ? Tentu saja rasa itu muncul sesudah mengenal-Nya, mengenal keperkasaan-Nya, mengenal kepedihan siksa-Nya. Jadi ilmu itu tidak lain adalah ma’rifatkepada Allah. Dengan mengenal Allah, akan muncul integritas pribadi (al-‘adalat wa al-amanat) pada diri seseorang, yang biasa pula diistilahkan sebagai taqwa. Dari sini, dua kriteria pemimpin diatas bisa pula dibahasakan sebagai al-‘adalat wa al-amanat (integritas pribadi) dan al-quwwat.

Selanjutnya, marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut (QS. Al-Baqarah: 247), Nabi Yusuf (QS. Yusuf: 22), Nabi Dawud dan Sulaiman (Al-Anbiya’: 79, QS Al-Naml: 15).

Raja Thalut:

Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) atas kalian dan telah mengkaruniakan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik (basthat fi al-‘ilm wa al-jism)” (QS. Al-Baqarah: 247).

Nabi Yusuf:
“Dan ketika dia (Yusuf) telah dewasa, Kami memberikan kepadanya hukm dan ‘ilm” (QS. Yusuf: 22).

Nabi Dawud dan Sulaiman:
“Maka Kami telah memberikan pemahaman tentang hukum (yang lebih tepat) kepada Sulaiman. Dan kepada keduanya (Dawud dan Sulaiman) telah Kami berikan hukm dan ‘ilm” (QS. Al-Anbiya’: 79).
“Dan sungguh Kami telah memberikan ‘ilm kepada Dawud dan Sulaiman” (QS. Al-Naml: 15).

Thalut merupakan seorang raja yang shalih. Allah telah memberikan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik. Kelebihan ilmu disini merupakan kriteria pertama (al-‘ilm), sementara kelebihan fisik merupakan kriteria kedua (al-quwwat). Al-quwwat disini berwujud kekuatan fisik karena wujud itulah yang paling dibutuhkan saat itu, karena latar yang ada adalah latar perang.

Yusuf, Dawud, dan Sulaiman merupakan para penguasa yang juga nabi. Masing-masing dari mereka telah dianugerahi hukm dan ‘ilm. Dari sini kita memahami bahwa bekal mereka ialah kedua hal tersebut. Apakahhukm dan ‘ilm itu ?

Hukm berarti jelas dalam melihat yang samar-samar dan bisa melihat segala sesuatu sampai kepada hakikatnya, sehingga bisa memutuskan untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya (porsinya). Atas dasar ini, secara sederhana hukm biasa diartikan sebagai pemutusan perkara (pengadilan, al-qadha’). Adanya hukm pada diri Dawud, Sulaiman, dan Yusuf merupakan kriteria al-quwwat, yang berarti bahwa mereka memiliki kepiawaian dalam memutuskan perkara (perselisihan) secara cemerlang. Al-quwwat pada diri mereka berwujud dalam bentuk ini karena pada saat itu aspek inilah yang sangat dibutuhkan.
Disamping al-hukm sebagai kriteria kedua (al-quwwat), ketiga orang tersebut juga memiliki bekal al-‘ilm sebagai kriteria pertama (al-‘ilm). Jadi, lengkaplah sudah kriteria kepemimpinan pada diri mereka.

Pada dasarnya, kriteria-kriteria penguasa yang dikemukakan oleh para ulama bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Meskipun demikian, sebagian ulama terkadang menambahkan beberapa kriteria (yang sepintas lalu berbeda atau jauh dari dua kriteria asasi diatas), dengan argumentasi mereka masing-masing. Namun, jika kita berusaha memahami hakikat dari kriteria-kriteria tambahan tersebut, niscaya kita dapati bahwa semua itu pun tetap bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Wallahu a’lamu bish shawaab.

Rabu, 21 Maret 2012

Belajar Dari Lebah

Untuk keluarga yang ingin Sakinah…

BELAJAR DARI LEBAH

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah dan terus bertambah (Al Fath 4)

Tidak hanya seorang nabi dan rasul yang pernah mendapatkan wahyu dari Allah, ternyata seekor binatang juga pernah mendapatkan wahyu dari Allah untuk membenahi cara hidup dan pola kehidupannya hingga memperoleh ketenangan yang dapat memancarkan ketenangannya itu kepada manusia.

Surat An Nahl yang artinya lebah, memberikan inspirasi kepada kita untuk bisa menegakkan pilar-pilar kehidupan yang penuh dengan ketenangan. Setidaknya ada lima pilar yang tercermin dalam surat tersebut untuk menuju pada ketenangan hidup.

1. Kemandirian

Lebah dalam membuat sarangnya, ia pergi ke gunung-gunung, bukit, pohon-pohon atau tempat lain yang nyaman untuk melakukan produktifitas madu dan sejenisnya.

Allah berfirman: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An Nahl 68)

Keluarga muslim bisa belajar bagaimana lebah ini membangun kemandiriannya dalam keluarga, dalam menentukan arah dan kebijakan untuk meraih tujuan. Kemandirian ekonomi, kemandirian nilai dan kemandirian dalam menghadapi berbagai goncangan hidup adalah harga mati yang harus dimiliki oleh keluarga muslim.

Keluarga muslim berarti memiliki kemandirian manakala mampu istiqamah berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan lingkungan yang tidak Islami. Yasir dan Summayyah adalah suami isteri yang memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena kezaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam.

Dan dalam kehidupan sekarang yang pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki kemandirian nilai menjadi perkara yang amat penting, karena sesama anggota keluarga memang tidak bisa saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat kesibukan yang tinggi membuat anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun alat-alat komunikasi sudah semakin canggih.

2. Selalu makan yang halal

Lebah hanya mengambil makanan dari tempat yang manis, yang halal dan thayyib. Allah berfirman : kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). (An Nahl 69)

Maka jadikanlah keluarga anda sebagai keluarga islami yang hidup dari barang-barang yang halal dan jauh dari ketidak jelasan sumber maisyahnya. Halal dalam mencarinya dan halal dalam membelanjakannya.

Bila syariat telah melarang kita memberi makan keluarga dari sumber nafkah yang haram, maka sudah menjadi kewajiban suami agar hanya memberikan nafkah dari sumber yang halal, sehingga meskipun sedikit nafkah yang dapat diberikan suami tetapi mendapatkan barokah Allah, insya Allah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 172, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari sebaik-baik rezeki yang Aku berikan kepadamu, dan syukurlah kepada Allah, jika kalian benar-benar mengabdi (menyembah) kepada-Nya.

Seorang istri wajib mengingatkan suaminya agar tidak mencari nafkah pada pekerjaan yang dilarang Allah dan tidak mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil. Ia sudah semestinya mengatakan kepada suaminya, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kami masih mampu bersabar di atas kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas api neraka”. Sehingga merupakan suatu perbuatan zalim bila suami memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari harta haram. Mereka yang mungkin tidak mengetahui dari mana sebenarnya sumber nafkah yang diperoleh suami akan terkena getah perbuatan kepala keluarganya itu. Sebab dari dalam tubuh mereka telah tumbuh daging yang berasal dari harta haram. Naudzubillahi min dzalik. Semoga Allah melindungi tubuh kita dari harta haram, Allahumma amin.

3. Banyak manfaatnya

Dari input yang baik, maka menghasilkan output yang baik pula. Sebagaimana lebah, keluarga muslim berorentasi pada memberi bukan menunggu pemberian, atau menanti penerimaan dari orang lain. Allah berfirman : “Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya” (An Nahl 69) Dan Rasulullah juga bersabda : Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya

Sebaik-baik keluarga adalah keluarga yang selalu memberi manfaat kepada orang lain. Kebahagiaan bukan hanya kerana mampu memenuhi keperluan diri dan keluarga, tetapi juga mampu memberi kebahagiaan kepada orang lain. Karena menolong orang adalah rezeki bagi kita sebab rezeki tidak semestinya dalam bentuk uang. Menolong orang lain supaya mempunyai harga diri di depan anak dan isterinya juga adalah rezeki. Membantu anak tertangga supaya dapat bersekolah dan berhasil adalah juga rezeki. Kadang-kadang kita berasa berat mengeluarkan apa yang kita peroleh. Padahal apa yang kita keluarkan bagi membantu orang lain itu adalah rezaki kita.

4. Mampu bersosialisasi dengan baik

Lebah dapat hinggap diranting yang kecil tanpa mematahkannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan banyak orang dan dan sabar atas tindakan buruk mereka itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak pernah bergaul dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka”

Maka profil keluarga muslim mestinya memiliki semangat human relation yangbaik, untuk membangun hubungan dan jaringan sosial di tengah masyarakat. Keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan karakteristik atau kepribadian individu atau anak dalam kehidupan bermayarakat. Kunci sukses hidup bermasyarakat adalah kemampuan untuk menjalin hubungan pertemanan. Dan apabila keluarga mengharapkan anaknya mampu bergaul dengan baik dan benar dalam masyarakat, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi terhadap anak sejak dini. Namun, mengajarkan anak suka berteman atau bergaul di dlam lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat tidaklah mudah. Khususnya bagi anak yang memang suka menyendiri atau tidak suka berteman.

Sosialisasi perlu dilakukan terhadap anak, karena apabila anak tidak dibekali aturan-aturan sosial dan nilai-nila islam maka saat anak beranjak remaja atau dewasa dan mulai berteman dengan banyak orang anak akan mendapat benturan dari lingkungan sosial atau lingkungan masyarakatnya. Bentuk dari benturan-benturan ini bisa bermacam-macam, anak yang tidak dibekali oleh aturan-aturan sosial dan nilai islam namun memiliki rasa percaya diri yang kuat, maka anak bisa dianggap aneh oleh masyarakat. Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua juga ditentukan oleh profesi atau pekerjaan orang tua, status orang tua dilingkungan mayarakat, dan kemampuan ekonomi serta faktor yang lainnya. Berbagai profesi atau pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat penting tentang bagaimana cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

5. Ketulusan yang paripurna

Lebah dengan tulus berperan membantu penyerbukan bunga.Ketulusan ini adalah inspirasi mulia, bahwa memberi itu lebih mulia daripada menadahkan tangan untuk menerima, apalagi meminta-minta. Dalam memberikan apapun tidak perlu hitung-hitungan karena Allah pun akan menghitung. “Bersedekahlah dan jangan kamu menghitung-hitung sehingga Allah juga akan memakai hitungan-hitungan terhadapmu” (HR Ahmad)

Bukan saja dalam masalah financial, tetapi juga dalam cinta dan kasih saying. “Sebagaimana kamu memperlakukan, begitu pula kamu akan diperlakukan” (HR Ibn “Ady)

Semangat memberi rasa cinta inilah yang akan melanggengkan bangunan keluarga. Karena cinta akan menjadi perekat yang selalu actual menghadapi prahara. Karena orang yang berorentasi untuk memberi tentu akan selalu berusaha untuk menggali dan mencari mutiara dalam keluarga.

Kehidupan rumah tangga Rasulullah penuh dengan ketulusan memberikan rasa cinta. Itu sebabnya dakwah Islam mengalami kesuksesan. Maka setiap muslim dianjurkan untuk selalu tulus memberikan cintanya pada pasangannya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ’alahi wasallam secara tulus mengekspresikan cinta pada para istrinya. Beliau pernah memanggil ’Aisyah dengan sebutan humaira, yang berarti pipi kemerahan. Tentu saja ekspresi cinta berupa pujian ini melambungkan hati ’Aisyah.

Rasulullah pun tidak malu memberikan tulus cinta pada ’Aisyah ketika ada seorang sahabat yang bertanya tentang siapa yang dicintai oleh Nabi. Dari golongan laki-laki Rasulullah menjawab Abu Bakar, sedangkan dari golongan perempuan adalah ’Aisyah.

Rasulullah juga dengan senang hati kerap menjahit sendiri bajunya dan membantu pekerjaan istri-istrinya. Beliau melakukan semuanya sebagai wujud perhatian dan ekspresi tulus cinta kepada sang istri.

Selasa, 20 Maret 2012

Salam Yang Benar Dalam Islam



Salam dalam Islam (Assalamualaikum / السلام عليكم / as-salāmu `alaykum)adalah sebuah sapaan yang didalamnya terdapat doa keselamatan, Assalamualaikum ini artinya adalah semoga kamu terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan nestapa. Ibnu Al-Arabi di dalam kitabnya Al-Ahkamul Qur’anmengatakan bahwa Salam adalah salah satu ciri-ciri Allah SWT dan berarti “Semoga Allah menjadi Pelindungmu”, dengan dasar ini mari kita sejenak mengupas tata cara salam dalam Islam yang baik dan benar, karena tidak sedikit saya secara pribadi banyak sekali menemukan kesalahan-kesalahan dalam penyampaian salam, dan tidak menutup kemungkinan juga kita secara tidak disadari pernah menyampaikan salam yang salah, jadi mari kita evaluasi bersama-sama mengenai salam ini.

Rasulullah SAW memberi salam kepada keluarganya, sahabatnya, dan pada seluruh umat muslim dengan Lafadz “Assalamualaikum” dan dalam menjawab salam rasulullah memakai lafadz “Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh”.

Dengan demikian sudah sangat jelas salam yang benar berdasarkan dengan apa yang diajarkan rasulullah adalah memberi salam dengan “Assalamualaikum” danmenjawab salam dengan “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”, sebagai umat muslim yang baik sudah sepantasnyalah kita mengikuti cara penyampaian salam yang benar dari Rasulullah SAW.

Dikehidupan sehari-hari, kita sering menemukan orang yang berkirim-kirim salam atau menitipkan salam kepada temannya, sahabat, rekan, keluarga dan yang lainnya melalui seorang perantara baik itu melalui temannya teman kita, sahabatnya sahabat kita dan yang lainnya bahkan saya juga yakin kita semua pernah melakukan hal tersebut, tapi tahukah anda bahwa kita sering sekali melakukan kebiasaan kirim salam / titip salam dengan cara yang salah yaitu seperti ini : “Tolong sampaikan salam saya kepada si fulan” atau “Salam ya ke si fulan” atau “Salamin ya ke si fulan” dan dengan berbagai gaya bahasa lainnya, padahal cara yang benar dalam mengirimkan salam / menitipkan salam melalui seorang perantara adalah seperti ini : “Tolong sampaikan salam Assalamualaikum kepada si fulan”, atau “Salam assalamualaikum ya ke si fulan” atau “Salamin assalamualaikum ke si fulan”. intinya dalam megirimkan/menitipkan salam kita harus jelas menyebutkan Assalamualaikum dalam kata-kata titipan salam kita tersebut.

Kemudian kesalahan lain yang sering terjadi dan mungkin tanpa kita sadari juga yaitu dalam penyingkatan salam “Assalamualaikum” dalam penulisan SMS, chatting, surat, email dan lainnya, kita tidak bisa seenaknya saja mempersingkat salam “Assalamualaikum” ini kenapa demikian? karena sesuai dengan yang saya utarakan diawal bahwa salam dalam islam adalah sapaan yang didalamnya terdapat doa keselamatan, Penyingkatan yang salah dalam kebiasaan kita adalah seperti ini : “As”, “Ass”, “Akum”, “Askum”, “Ass. Wr.Wb”, “Mikum”, “Samelekom” dan masih banyak lagi penyingkatan salam dengan gaya dan bahasa gaul lainnya yang kesemuanya itu malah menjadikan salam “Assalamualaikum” menjadi berubah arti dan makna seperti “As(dalam bahasa inggris)” malah memiliki arti “sebagai”, “Ass(dalam bahasa inggris)” memiliki arti yang sangat parah yaitu keledai, orang bodoh dan (maaf) pantat, lalu “Akum(gelar untuk orang-orang yahudi)” adalah singkatan dari “Avde Kokhavim U Mazzalot” yang artinya “Hamba-hamba binatang dan orang-orang sesat”, jelas sekali penyingkatan yang tertera diatas sangat jauh dari makna doa keselamatan dalam “Assalamualaikum”.

Lalu apakah sebenarnya kita ini boleh mempersingkat salam “Assalamualaikum” dalam penulisan? tentu saja boleh tapi dengan penyingkatan yang benar yaitu “As Salam”, bukan penyingkatan yang seperti diatas telah diuraikan, “As-Salaam” adalah singkatan yang benar dari “Assalamualaikum”, As-Salaam (Maha Sejahtera) adalah satu dari Nama-nama Agung Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 23.

Satu lagi kesalahan dalam pengucapan salam yang terkadang sekilas ini seperti benar, bahkan tidak sedikit pula yang mengucapkan salam ini adalah orang-orang yang bertitle Haji, hajah, ustad dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya, atau mungkin kita juga pernah mengucapkannya, seperti apakah pengucapan salam yang salah tapi seperti benar itu? yaitu salam “Assalamualaikum” yang ditambahkan kata “Ta’ala”, saya yakin kita semua pasti pernah mendengar pengucapan “Assalamualaikum” dengan ditambahkan kata “Ta’ala”, biasanya diucapkan seperti ini “Assalamualaikum warahmatullahi ta’ala wabarakatuh”, sekilas pengucapan salam seperti itu terdengar begitu bagus dan terdengar begitu benar, padahal ini adalah salah, berdasarkan kitab Al-Adzkar - Imam Nawawi, nabi besar kita Muhammad Saw telah mengajarkan kita cara salam sesama umat islam dengan 3 ucapan salam yaitu :

1. Assalamualaikum

2. Assalamualaikum Warahmatullah

3. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Cara Memberi salam sesama umat islam ini ada dalam hadist dan merubah hadist hukumnya adalah pancung. disinilah kenapa menambahkan “Ta’ala” dalam salam “Assalamualaikum” adalah salah.

Semoga Kutipan Ini Dapat Bermanfaat, jika ada kesalahan kata atau bahasa saya minta maaf, kesalahan datangnya dari manusia, dan kebenaran datangnya dari Allah Swt.

Assalamualaikum

Senin, 12 Maret 2012

Outbound :) primary school pupils in Markas Kopassus Kartasura (Kandang Menjangan), Kartosuro


Apa sih outbound itu...?

Outbound tidak lain merupakan pelatihan manajemen diri (self management) yang memadukan olah pikir, rasa, dan raga. Dan dilakukan di alam terbuka dan dikondisikan di luar kebiasaan. “ Seperti orang yang bekerja meningalkan kebiasaanya berada, berfikir dan berbuat. Kemudian ia mengganti cara berfikir dan cara berbuat tersebut untuk mendapatkan hal-hal yang baru.” (L.Peter Lamury, SH, pembina Pusdiklat kesos Departemen Sosial)

Lalu bagaimana tahapan pembelajaran disana...?

Tahapan proses belajar di outbound mempunyai empat tahapan, dimana para peserta diajak melakukan permainan Games Outbound tertentu yang kita sebut experience, setelah tahap experience, mereka mendiskusikan manfaat permainan itu dalam kelompok kecil (processing), dan menyimpulkannya dari hal yang kecil ke hal-hal yang besar (generalizing), selanjutnya mereka merefleksikannya dan menerapkan pengalaman itu dalam sistem kerja sesuai dengan kehidupan mereka.


Dengan demikian outbound memiliki ciri khas sendiri, dimana keseluruhan kegiatan diterjemahkan dalam betuk kegiatan yang lebih nyata dan factual. Di dalam berbagai kegiatan para peserta outbound akan diperkenalkan dengan berbagai jenis permainan (games) yang dipimpin fasilitator secara fairplay.

Refleksi bersama selalau dilakukan setelah setiap gameberlangsung. Sehinga sekalipun dibentuk pola permainan tapi hasilnya bukan main-main.
Selanjutnya, para peserta disadarkan untuk menyadari, bahwa hampir tidak ada batasnya kemampuan seseorang bila orang tersebut memiliki kemauan dan keberanian untuk mencoba dan mencoba lagi dalam upaya meningkatkan kemampuannya. Karena itu, semboyan pelatihan yang selalu kita pekikkan adalah : “Saya bisa, saya bisa” dan “Tetap semangat...!!”.

Kemudian diharapkan peserta menyadari bahwa apa yang dilakukan itu merupakan bagian tak terpisahkan dalam kebersamaan dengan rekan-rekannya dalam team. Keberhasilan seorang individu unit kerja organisasi akan merupakan bagian keberhasilan dari organisasi perusahaan, sebaliknya, kegagalan yang terjadi karena kesalahan individu atau suatu unit organisasi akan mempengaruhi pula nilai keberhasilan secara keseluruhan. Karena itu, semboyan One For All, All For One & Whe Are One yang merupakan semboyan outbound Internasional juga didengung-dengungkan dalam kegiatan outbound kami untuk tetap membangun semangat kebersamaan dan kekompakan bersama.

Apa sih Tujuan Pelatihan Outbound...?

Tujuan utama (specific objectives) kegiatan pelatihan ini adalah melatih para peserta untuk mampu menyesuaikan diri (adaptasi) dengan perubahan yang ada dengan membentuk sikap professionalisme para peserta yang didasarkan pada perubahan dan perkembangan karakter, komitmen serta kinerja yang diharapkan akan semakin lebih baik. Sikap dan perilaku professionalisme seperti ini meliputi :

Terbentuknya suatu komitmen (commitment) yang utuh dari setiap peserta melalui 4C, yaitu :
peningkatan kompetensi (competency),
pembentukan kosepsi (conception)pemikiran yang komprehensif,
terjadinya hubungan (connection) yang semakin erat diantara para bawahan dan atasan, serta
munculnya keyakinan akan kepercayaan diri (confidence) akan kemampuan masing-masing pesera yang akan berpengaruh dalam membangun rasa memiliki (the owners) dan bukan sekedar menjadi karyawan. Perubahan ini akan terlihat dari bertumbuh kembangnya rasa tanggung-jawab dalam melakukan tugas di unit kerjanya masing-masing.
Pola perilaku yang berkarakter dalam melakukan tugas-tugas kehidupan, berdisiplin, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan, mengutamakan tugas pengabdian, memiliki sikap, etika dan etos kerja yang tinggi.
Meningkatkan semangat kerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta meningkatkan keberanian peserta dalam mengambil setiap resiko (risk taking) dari setiap tantangan yang dihadapi.
Team building yang solid yang didasarkan pada saling pengertian, kerja sama, koordinasi, menghargai perbedaan, sikap mengutamakan tugas daripada kepentingan pribadi. Dan meyakini bahwa keberhasilan merupakan buah dari kerjasama dan kebersamaan.
Peningkatan kematangan Emotional Question (EQ) melalui program Olah Rasa yang menjadi porsi perhatian outbound bahkan perhatiannya kepada pengembangan Spiritual Quotion (SQ) akan sangat membantu peserta dalam meningkatkan kematangan kemampuan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dalam setiap penyelesaian tugas-tugas yang dihadapi